22 Desember 2008

__lOOk aT mE__

16 Desember 2008

Identifikasi Karang

(Oleh: Sukirman Tilahunga)*

Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang yang umumnya langsung ke tahap spesies, identifikasi karang dimulai secara bertahap, yakni dari pengenalan bentuk-bentuk pertumbuhan karang (coral life form) dan tipe-tipe koralit terlebih dahulu, kemudian memasuki tingkat marga, dan terakhir ke tingkat spesies. Identifikasi karang hingga ke tingkat spesies sangat sulit dilakukan, karena melibatkan analisa ciri taksonomi yang rumit dan seringkali ciri tersebut tidak kasat mata, bahkan pada beberapa kasus harus menggunakan teknik analisa DNA. Selain itu jumlah spesies karang di Indonesia tergolong sangat banyak. Perairan Indonesia terkenal memiliki keanekaragaman jenis karang tertinggi di dunia, disamping Filipina dan Australia. Hasil survei pada suatu kawasan di Raja Ampat, Papua, menemukan sekitar 480 spesies karang, sedangkan spesies karang yang ditemukan di dunia hingga saat ini ada sekitar 800. Dengan kata lain, lebih dari separuh spesies karang di dunia, dapat ditemukan di perairan Indonesia.

1. Teknik Identifikasi Karang

Teknik identifikasi karang dapat dilakukan dengan empat cara:

1. Teknik visual, yakni pengamatan langsung di alam. Teknik visual ini memperhatikan warna karang hidup, bentuk koloni dan bentuk tentakel yang ada (untuk spesies karang tertentu dimana tentakelnya keluar di siang hari). Cara visual ini lebih mudah untuk spesies karang tertentu, namun tidak dapat diterapkan pada semua spesies karang. Identifikasi karang ke tingkat spesies biasanya membutuhkan alat bantu mikroskop untuk melihat bagian-bagian koralit dari rangka kapurnya. Pengamatan secara langsung ini bisa gunakan bagi peneliti yang telah berpengalaman.

2. Teknik menelaah rangka kapur karang. Teknik ini memperhatikan bentuk rangka kapur karang, pada karang yang telah mati. Untuk dapat menerapkan teknik ini, kita terlebih dahulu harus memahami bagian-bagian dari rangka kapur karang. Bagian-bagian dari rangka kapur karang yang perlu diperhatikan antara lain ialah bentuk koloni (apakah tergolong masif, bercabang, lembaran, dll.), bentuk koralit (ceroid, plocoid, meandroid, dll.) dan bagian-bagian koralit lainnya seperti septa, pali, columella dan coenostium. Alat bantu yang diperlukan antara lain ialah kaca pembesar.

3. Pengamatan pada bentuk pertumbuhan karang. Cara ini sangat mudah dan cepat dipelajari yaitu dengan melihat bentuk pertumbuhan koloni

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang

* Disampaikan pada acara Training Course: Karakteristik Biologi Karang, tanggal 7-12 Juli 2003, yang diselenggarakan oleh PSK-UI dan Yayasan TERANGI, serta didukung oleh IOI-Indonesia.

1


karang. Bagi peneliti muda dan penelitian kondisi terumbu karang, metode ini sudah sering digunakan. Kemudian kemampuan identifikasi karang akan terus meningkat sesuai dengan pengalaman seiring dengan berjalannya waktu dan seringnya melakukan survei karang.

4. Teknik analisa DNA. Teknik ini berskala laboratorium dan masih jarang dilakukan oleh peneliti. Teknik ini diperlukan untuk kasus-kasus tertentu, dimana kita mengalami kesulitan menentukan spesies dari suatu karang, jika hanya berdasarkan bentuk pertumbuhan koloni dan telaah rangka kapur. Bentuk pertumbuhan koloni karang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pola adaptasi karang terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu dapat saja terjadi bahwa satu jenis karang yang sama, memiliki bentuk pertumbuhan koloni yang berbeda. Untuk membuktikan bahwa mereka masih tergolong satu spesies, diperlukan analisa pada DNA.

2. Sistematika Karang


DAFTAR ACUAN

Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indopasific. Angus & Robertos. Australia.

4

3. Beberapa Genus Karang yang Umum di Indonesia

Berdasarkan survei karang yang pernah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia oleh beberapa ahli karang, ternyata genus karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia antara lain meliputi :

1. Genus Acropora (Familia Acroporidae)

Genus Acropora memiliki jumlah jenis (spesies) terbanyak dibandingkan genus lainnya pada karang. Karang jenis ini biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak. Bentuk koloni umumnya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan.

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Acropora antara lain ialah:

Koloni biasanya bercabang, jarang sekali menempel ataupun submasif.

• Koralit dua tipe, axial dan radial.

• Septa umumnya mempunyai dua lingkaran.

Columella tidak ada.

• Dinding koralit dan coenosteum rapuh.

• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

2. Genus Montipora (Familia Acroporidae)

Genus Montipora sering ditemukan mendominasi suatu daerah. Sangat tergantung pada kejernihan suatu perairan. Biasanya berada pada perairan dangkal berkaitan dengan intensitas cahaya yang diperolehnya dengan bentuk koloni berupa lembaran.

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Montipora ini antara lain ialah:

Bentuk koloni bervariasi, ada yang submasif, laminar, menempel ataupun bercabang.

Ukuran koralit umumnya kecil.

• Septa umumnya memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi) muncul keluar. Apabila disentuh maka akan terasa tajam.

• Tidak memiliki columella.

• Dinding koralit dan coenosteum keropos. Coenosteum memiliki beberapa tipe: Papillae bila coenosteum lebih kecil dibandingkan dengan ukuran koralit, dan tuberculae jika sebaliknya. Apabila berkelompok mengelilingi koralit disebut thecal papillae dan juga ada thecal tuberculae.

• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

o Karang yang struktur rangka kapurnya mirip dengan genus Montipora adalah genus Porites, dan kadangkala sulit untuk membedakannya. Namun pada pengamatan bawah air, struktur internal pada koralit karang genus Porites lebih jelas terlihat dibandingkan dengan karang genus Montipora, dan sebagian besar Montipora memiliki coenosteum yang lebar, sementara Porites tidak memiliki coenosteum.

3. Genus Pocillopora (Familia Pocilloporidae)

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Pocillopora antara lain ialah:

Koloni umumnya berbentuk submasif, bercabang, ataupun bercabang dengan bentuk pipih.

• Koloni ditutupi oleh verrucae.

Koralit cekung ke dalam pada verrucae.

Koralit mungkin tidak memiliki struktur dalam atau memiliki columella yang kurang berkembang.

• Memiliki dua lingkaran septa yang tidak sama.

Coenosteum biasanya ditutupi oleh granules (butiran).

• Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari

• Genus Pocillopora merupakan satu-satunya genus pada karang yang memiliki verrucae. Hal tersebut menjadi ciri khas yang membedakannya dengan genus-genus karang yang lain.

4. Genus Seriatopora (Familia Pocilloporidae)

Karakteristik genus Seriatopora antara lain ialah:

Ciri khas koloninya berbentuk compact bushes dengan cabang yang halus. Koralit tersusun rapi (neat rows) sepanjang cabang.

Koralit sebagian besar tenggelam (immerse) dan struktur internal tidak begitu berkembang kecuali columella.

Septa umumnya berjumlah satu, namun kadangkala terdiri atas dua lingkaran, dan telah berkembang dan menyatu hingga ke columella.

Coenosteum ditutupi oleh spinules (duri-duri) yang halus.

Struktur rangka kapur genus Seriatopora hampir mirip dengan genus Stylophora, tetapi dapat dibedakan, dimana percabangan genus Seriatopora lebih halus (kecil) dibandingkan dengan genus Stylophora.

5. Genus Favia (Familia Faviidae)

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Favia antara lain ialah:

Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.

Koralit sebagian besar monocentric (satu columella dalam satu corallite) dan plocoid.

Memperbanyak koralit melalui pembelahan intratentacular.

Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari.

Struktur rangka kapur genus Favia mirip dengan genus Favites tapi dapat dibedakan dengan perbedaan tipe koralit karang. Tipe koralit Favites tergolong ceroid, sedangkan tipe koralit Favia tergolong plocoid.

6. Genus Favites (Familia Faviidae)

Beberapa karakteristik bentuk rangka kapur dari genus Favites :

�� Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.

�� Koralit berbentuk monocentric dan ceroid, beberapa berbentuk subplocoid.

�� Pada koloni karang ini, antar dua koralit dibatasi oleh satu dinding koralit.

7. Genus Porites (Familia Poritidae)

Beberapa karakteristik bentuk rangka kapur dari genus Porites :

�� Bentuk koloni ada yang flat (foliaceous atau encrusting), masif atau bercabang.

�� Koloni yang masif berbentuk bulat ataupun setengah bulat. Koloni masif yang kecil akan terlihat berbentuk seperti helm atau dome-shaped, dengan diameter dapat mencapai lebih dari 5 m.

�� Koralit berukuran kecil, cekung ke dalam (terbenam) pada badan koloni dengan lebar Calice kurang dari 2 mm.

�� Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

Genus Porites ini mirip dengan genus Montipora dan Stylaraea, namun memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan antara Porites dengan Montipora ialah bahwa Porites memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih beragam, koralit pada Porites lebih besar, kokoh dan tidak ada elaborate thecal (perpanjangan dinding koralit). Genus Montipora mempunyai dua tipe coenosteum, yaitu reticulum papillae dan tuberculae. Selain itu, Porites memiliki koralit yang umumnya selalu terlihat septanya, sementara Montipora hanya memiliki perpanjangan gigi septa yang menonjol keluar sehingga terasa runcing dan kasar bila tersentuh.

8. Genus Goniopora (Familia Poritidae)

�� Bentuk koloni columnar , masif dan encrusting.

�� Koralit tebal tapi berdinding keropos dan calice memiliki septa yang kokoh dan memiliki columella.

�� Polip genus Goniopora berukuran panjang dan keluar baik pada malam maupun siang hari.

�� Polip genus Goniopora memiliki 24 tentakel.

Identifikasi Karang

(Oleh: Sukirman Tilahunga)*

Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang yang umumnya langsung ke tahap spesies, identifikasi karang dimulai secara bertahap, yakni dari pengenalan bentuk-bentuk pertumbuhan karang (coral life form) dan tipe-tipe koralit terlebih dahulu, kemudian memasuki tingkat marga, dan terakhir ke tingkat spesies. Identifikasi karang hingga ke tingkat spesies sangat sulit dilakukan, karena melibatkan analisa ciri taksonomi yang rumit dan seringkali ciri tersebut tidak kasat mata, bahkan pada beberapa kasus harus menggunakan teknik analisa DNA. Selain itu jumlah spesies karang di Indonesia tergolong sangat banyak. Perairan Indonesia terkenal memiliki keanekaragaman jenis karang tertinggi di dunia, disamping Filipina dan Australia. Hasil survei pada suatu kawasan di Raja Ampat, Papua, menemukan sekitar 480 spesies karang, sedangkan spesies karang yang ditemukan di dunia hingga saat ini ada sekitar 800. Dengan kata lain, lebih dari separuh spesies karang di dunia, dapat ditemukan di perairan Indonesia.

1. Teknik Identifikasi Karang

Teknik identifikasi karang dapat dilakukan dengan empat cara:

1. Teknik visual, yakni pengamatan langsung di alam. Teknik visual ini memperhatikan warna karang hidup, bentuk koloni dan bentuk tentakel yang ada (untuk spesies karang tertentu dimana tentakelnya keluar di siang hari). Cara visual ini lebih mudah untuk spesies karang tertentu, namun tidak dapat diterapkan pada semua spesies karang. Identifikasi karang ke tingkat spesies biasanya membutuhkan alat bantu mikroskop untuk melihat bagian-bagian koralit dari rangka kapurnya. Pengamatan secara langsung ini bisa gunakan bagi peneliti yang telah berpengalaman.

2. Teknik menelaah rangka kapur karang. Teknik ini memperhatikan bentuk rangka kapur karang, pada karang yang telah mati. Untuk dapat menerapkan teknik ini, kita terlebih dahulu harus memahami bagian-bagian dari rangka kapur karang. Bagian-bagian dari rangka kapur karang yang perlu diperhatikan antara lain ialah bentuk koloni (apakah tergolong masif, bercabang, lembaran, dll.), bentuk koralit (ceroid, plocoid, meandroid, dll.) dan bagian-bagian koralit lainnya seperti septa, pali, columella dan coenostium. Alat bantu yang diperlukan antara lain ialah kaca pembesar.

3. Pengamatan pada bentuk pertumbuhan karang. Cara ini sangat mudah dan cepat dipelajari yaitu dengan melihat bentuk pertumbuhan koloni

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang

* Disampaikan pada acara Training Course: Karakteristik Biologi Karang, tanggal 7-12 Juli 2003, yang diselenggarakan oleh PSK-UI dan Yayasan TERANGI, serta didukung oleh IOI-Indonesia.

1


karang. Bagi peneliti muda dan penelitian kondisi terumbu karang, metode ini sudah sering digunakan. Kemudian kemampuan identifikasi karang akan terus meningkat sesuai dengan pengalaman seiring dengan berjalannya waktu dan seringnya melakukan survei karang.

4. Teknik analisa DNA. Teknik ini berskala laboratorium dan masih jarang dilakukan oleh peneliti. Teknik ini diperlukan untuk kasus-kasus tertentu, dimana kita mengalami kesulitan menentukan spesies dari suatu karang, jika hanya berdasarkan bentuk pertumbuhan koloni dan telaah rangka kapur. Bentuk pertumbuhan koloni karang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pola adaptasi karang terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu dapat saja terjadi bahwa satu jenis karang yang sama, memiliki bentuk pertumbuhan koloni yang berbeda. Untuk membuktikan bahwa mereka masih tergolong satu spesies, diperlukan analisa pada DNA.

2. Sistematika Karang


DAFTAR ACUAN

Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indopasific. Angus & Robertos. Australia.

4

3. Beberapa Genus Karang yang Umum di Indonesia

Berdasarkan survei karang yang pernah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia oleh beberapa ahli karang, ternyata genus karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia antara lain meliputi :

1. Genus Acropora (Familia Acroporidae)

Genus Acropora memiliki jumlah jenis (spesies) terbanyak dibandingkan genus lainnya pada karang. Karang jenis ini biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak. Bentuk koloni umumnya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan.

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Acropora antara lain ialah:

Koloni biasanya bercabang, jarang sekali menempel ataupun submasif.

• Koralit dua tipe, axial dan radial.

• Septa umumnya mempunyai dua lingkaran.

Columella tidak ada.

• Dinding koralit dan coenosteum rapuh.

• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

2. Genus Montipora (Familia Acroporidae)

Genus Montipora sering ditemukan mendominasi suatu daerah. Sangat tergantung pada kejernihan suatu perairan. Biasanya berada pada perairan dangkal berkaitan dengan intensitas cahaya yang diperolehnya dengan bentuk koloni berupa lembaran.

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Montipora ini antara lain ialah:

Bentuk koloni bervariasi, ada yang submasif, laminar, menempel ataupun bercabang.

Ukuran koralit umumnya kecil.

• Septa umumnya memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi) muncul keluar. Apabila disentuh maka akan terasa tajam.

• Tidak memiliki columella.

• Dinding koralit dan coenosteum keropos. Coenosteum memiliki beberapa tipe: Papillae bila coenosteum lebih kecil dibandingkan dengan ukuran koralit, dan tuberculae jika sebaliknya. Apabila berkelompok mengelilingi koralit disebut thecal papillae dan juga ada thecal tuberculae.

• Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

o Karang yang struktur rangka kapurnya mirip dengan genus Montipora adalah genus Porites, dan kadangkala sulit untuk membedakannya. Namun pada pengamatan bawah air, struktur internal pada koralit karang genus Porites lebih jelas terlihat dibandingkan dengan karang genus Montipora, dan sebagian besar Montipora memiliki coenosteum yang lebar, sementara Porites tidak memiliki coenosteum.

3. Genus Pocillopora (Familia Pocilloporidae)

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Pocillopora antara lain ialah:

Koloni umumnya berbentuk submasif, bercabang, ataupun bercabang dengan bentuk pipih.

• Koloni ditutupi oleh verrucae.

Koralit cekung ke dalam pada verrucae.

Koralit mungkin tidak memiliki struktur dalam atau memiliki columella yang kurang berkembang.

• Memiliki dua lingkaran septa yang tidak sama.

Coenosteum biasanya ditutupi oleh granules (butiran).

• Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari

• Genus Pocillopora merupakan satu-satunya genus pada karang yang memiliki verrucae. Hal tersebut menjadi ciri khas yang membedakannya dengan genus-genus karang yang lain.

4. Genus Seriatopora (Familia Pocilloporidae)

Karakteristik genus Seriatopora antara lain ialah:

Ciri khas koloninya berbentuk compact bushes dengan cabang yang halus. Koralit tersusun rapi (neat rows) sepanjang cabang.

Koralit sebagian besar tenggelam (immerse) dan struktur internal tidak begitu berkembang kecuali columella.

Septa umumnya berjumlah satu, namun kadangkala terdiri atas dua lingkaran, dan telah berkembang dan menyatu hingga ke columella.

Coenosteum ditutupi oleh spinules (duri-duri) yang halus.

Struktur rangka kapur genus Seriatopora hampir mirip dengan genus Stylophora, tetapi dapat dibedakan, dimana percabangan genus Seriatopora lebih halus (kecil) dibandingkan dengan genus Stylophora.

5. Genus Favia (Familia Faviidae)

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Favia antara lain ialah:

Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.

Koralit sebagian besar monocentric (satu columella dalam satu corallite) dan plocoid.

Memperbanyak koralit melalui pembelahan intratentacular.

Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari.

Struktur rangka kapur genus Favia mirip dengan genus Favites tapi dapat dibedakan dengan perbedaan tipe koralit karang. Tipe koralit Favites tergolong ceroid, sedangkan tipe koralit Favia tergolong plocoid.

6. Genus Favites (Familia Faviidae)

Beberapa karakteristik bentuk rangka kapur dari genus Favites :

􀁵 Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.

􀁵 Koralit berbentuk monocentric dan ceroid, beberapa berbentuk subplocoid.

􀁵 Pada koloni karang ini, antar dua koralit dibatasi oleh satu dinding koralit.

7. Genus Porites (Familia Poritidae)

Beberapa karakteristik bentuk rangka kapur dari genus Porites :

􀁵 Bentuk koloni ada yang flat (foliaceous atau encrusting), masif atau bercabang.

􀁵 Koloni yang masif berbentuk bulat ataupun setengah bulat. Koloni masif yang kecil akan terlihat berbentuk seperti helm atau dome-shaped, dengan diameter dapat mencapai lebih dari 5 m.

􀁵 Koralit berukuran kecil, cekung ke dalam (terbenam) pada badan koloni dengan lebar Calice kurang dari 2 mm.

􀁵 Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

Genus Porites ini mirip dengan genus Montipora dan Stylaraea, namun memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan antara Porites dengan Montipora ialah bahwa Porites memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih beragam, koralit pada Porites lebih besar, kokoh dan tidak ada elaborate thecal (perpanjangan dinding koralit). Genus Montipora mempunyai dua tipe coenosteum, yaitu reticulum papillae dan tuberculae. Selain itu, Porites memiliki koralit yang umumnya selalu terlihat septanya, sementara Montipora hanya memiliki perpanjangan gigi septa yang menonjol keluar sehingga terasa runcing dan kasar bila tersentuh.

8. Genus Goniopora (Familia Poritidae)

􀁵 Bentuk koloni columnar , masif dan encrusting.

􀁵 Koralit tebal tapi berdinding keropos dan calice memiliki septa yang kokoh dan memiliki columella.

􀁵 Polip genus Goniopora berukuran panjang dan keluar baik pada malam maupun siang hari.

􀁵 Polip genus Goniopora memiliki 24 tentakel.